profesional Hot Indonesia di International (Bag. 4)

Febby Intan:
Bertanggung Jawab Kembangkan Merek Holcim di Malaysia

Pertengahan 2008, Febby Intan ditawari sebuah posisi di Holcim Malaysia Sdn. Bhd. Johor Bahru. Di Malaysia, kelahiran Padang, 5 Feb 1969, ini bertanggung jawab mengembangkan merek Holcim. Tugas Febby tidaklah ringan. Pasalnya, semen merupakan barang komoditas di negeri jiran itu. Orang di sana tidak tahu dan tidak peduli merek semen. Pembeli semen di sana hanya menerima semen yang dikasih tuan toko. Pembeli tinggal membayar harganya yang nyaris tidak berbeda karena memang benar-benar barang komoditas. “Masih Indonesia. Kita bisa memilih Semen Gresik atau Semen Tiga Roda,” kata VP Pemasaran dan Inovasi Holcim Malaysia ini.
Selain itu, di negara tersebut bisnis semen juga lebih banyak secara B2B. Orang di sana tidak membangun rumah. Mereka hanya membeli rumah dari pengembang. lalu direnovasi. “Kalau di Indonesia, kita masih bisa beli tanah dan membangun sendiri. Di sana tidak bisa,” ungkap Febby membandingkan.
Sebenarnya, Holcim berada di Malaysia lebih dulu dibandingkan dengan di Indonesia. Perusahaan asal Swiss ini ada di Malaysia sejak awal 2000-an setelah membeli Tenggara Cement Malaysia. “Tapi, nature of the marketsangat komoditas. Holcim belum benar-benar build the brand,” ujar Febby. Dan berbeda dari kondisinya di Indonesia, Holcim Malaysia tidak memiliki pabrik yang terintegrasi dari hulu hingga ke hilir. “Di Malaysia hanya grinding station. Kami ambil clinker-nya dari Indonesia atau Thailand. Kemudian di-grinding, dikemas,” kata lulusan Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Padjadjaran Bandung ini.
Ia menilai mengembangkan merek Holcim di Malaysia tidaklah semudah di Indonesia. Di Tanah Air, perusahaan tinggal main di media massa dengan story linedan pesan yang kuat serta produk yang bagus. Semua orang akan tahu. Nah, di Malaysia harus one on onedan per segmen. “Cara kami ber-marketingbeda, B2B. Kami harus melihat segmen per segmen lalu mendatangi satu per satu. Kami juga mendatangi project authority. Kami harus kenal dengan authority memberi proyek itu,” kata Febby mengungkap strateginya.
Hingga kini, menurutnya, strategi bisnis Holcim Malaysia sangat dasar. “Tidak ada rocket science.Yang penting, product qualitykami kembangkan dan konsisten. Selain itu, tidak ada people development. Sekarang kami dalam tahap itu setelah setahun lalu mengembangkan produk. Kalau produk ada, tapi orang yang di belakangnya tidak ada juga. Setelah ini, baru kami lakukan promosi,” paparnya.
Jadi, dalam setahun pertama bertugas di Malaysia, Febby turut mengembangkan produk. Hal itu karena ia mulai mengambil costumer insight apa yang mereka mau. Maka, dibuatlah produk yang sesuai dengan keinginan pelanggan di sana. “Selama ini, kami hanya bikin produk dan terserah mereka mau beli apa tidak. Kualitas bagus atau tidak. Itu mindset-nya. Kami harus mengubah mindset ,” ujar wanita yang pernah berkarier di PT Unilever Indonesia ini.
Selain mengubah pola pikir, Febby juga mengaku sangat sulit menemukan SDM yang terampil di Johor Bahru. Biasanya kalau sudah lulus, orang-orang di sana mencari kerja di Kuala Lumpur atau Singapura. “Setahun saya mencari marketing manager. Susah banget. Sekalinya dapat, setelah tiga bulan langsung keluar,” katanya. Menurutnya, idealnya tim pemasaran terdiri dari market intelligent, marketing managerdan branding manager.Sementara dirinya saat ini hanya memiliki seorang staf perempuan. “Semua kami lakukan berdua. Tiger ladies! tahun macan,” ujarnya sembari melempar tawa.
Targetnya ke depan? “Saya tidak punya target yang muluk-muluk. Market-nya juga bukan national market. Saya hanya ingin Holcim jadi standar. Jadi kalau orang mau bangun rumah pakai semen merek lain, customerakan bertanya: semennya sebagus Holcim apa tidak? Atau kalau ada support team, orang-orangnya seperti Holcim apa tidak? Itu saja. Saya ingin Holcim menjadi category standard. Jadi, Holcim yang menjadi standar,” katanya berharap.
Dede Suryadi dan Ahmad Yasir Saputra


wallahu 'alam bisshowb
Kebenaran datangnya hanya dari ALLAH

Comments