Sebelum sebuah perusahaan didirikan, para pemilik harus sudah mengadakan kesepakatan terlebih dahulu tentang pembagian tugas masing-masing. Setelah selesai, semua pihak perlu menghormati keputusan yang telah diambil, sehingga tidak ada lagi satu orang yang mencampuri urusan atau tugas dan kewajiban dari orang lainnya. Ini disebut sebagai kode etik pengurus. Sebisa mungkin, semua aturan main yang telah disepakati, ditulis secara rinci dalam sebuah naskah perjanjian bermaterai, ditanda tangani oleh semua pihak yang tergabung sebagai pendiri perusahaan. Naskah perjanjian inilah yang akan menjadi acuan kerja bagi semua anggota pendiri, sehingga bila terjadi suatu penyimpangan, sudah ada mekanisme yang mengatur jalan keluarnya.

Guna melaksanakan pembagian tugas, didalam struktur organisasi perusahaan terdapat 2 kelompok kepengurusan yang bisa dipakai. Yang pertama adalah kelompok pengurus pelaksana atau kelompok eksekutif, dan yang kedua merupakan kelompok pengawas. Pada perusahaan-perusahaan berbentuk Perseroan Terbatas (PT), kelompok pelaksana atau eksekutif diwakili oleh sebuah Dewan Direksi, sedangkan kelompok pengawas umumnya berupa Dewan Komisaris. Dewan Direksi (BOD = Board Of Director), dikepalai oleh seorang Direktur Utama (Dirut) atau Presiden Direktur (Presdir), sedangkan Dewan Komisaris diketuai oleh seorang Komisaris Utama atau Presiden Komisaris (Preskom). Anggota-anggota Dewan Direksi terdiri dari direktur-direktur, sedangkan Dewan Komisaris beranggotakan para komisaris.

Bila kita mengacu kepada pembagian tugas pada kasus kerja sama antara si A yang memiliki modal dengan si B yang memiliki keahlian dan kemampuan bisnis sebagaimana dicontohkan di atas, maka biasanya si B akan menempati posisi Dewan Direksi sebagai Direktur Utama, sedangkan si A (pemilik dana) berperan didalam Dewan Komisaris sebagai seorang Komisaris Utama. Karena anggotanya masing-masing hanya 1 orang,. maka jabatan si A cukup disebut sebagai Komisaris, sedangkan si B sebagai Direktur. Si B adalah seorang eksekutif, pejabat yang menjalankan perusahaan sehari-hari, sedangkan si A bertugas untuk memantau semua sepak terjang si B dalam berbisnis. Bila si B dianggap melakukan penyimpangan, maka si A berhak untuk menegur, mengingatkan, menasihati serta mambantu si B untuk kembali kejalur yang semestinya. Dengan pembagian tugas seperti demikian, diharapkan tidak akan terjadi peristiwa yang melibatkan keduanya dalam perselisihan tentang pelaksanaan operasional dan arah perusahaan.

Walaupun menggunakan istilah-istilah yang sedikit berbeda, hampir semua bentuk organisasi mempunyai struktur yang serupa, yaitu terdiri dari 2 bagian besar, pertama merupakan kelompok pelaksana dan yang kedua adalah kelompok pengawas. Struktur organisasi dasar sebuah Perseroan Terbatas termasuk cukup luwes dan mudah disesuaikan, sehingga kita ambil sebagai acuan disini. Tentu ada beberapa hal yang merupakan prasyarat lain untuk mendirikan PT, tetapi tidak kita bicarakan dulu karena akan dibahas pada bab selanjutnya. Yang penting adalah, apapun bentuk kerja sama yang kita dirikan beserta mitra, apakah PT, CV, PD, Firma, Yayasan ataupun Koperasi, harus ditentukan siapa pelaksana dan siapa pula pengawasnya. Dengan begitu, tidak ada lagi kasus-kasus pembagian kerja yang tumpang tindih (overlapping) sehingga berpotensi menimbulkan friksi antar sesama pendiri.

Dalam suatu kemitraan atau kongsi, perlu dipegang suatu azas, bahwa bisnis adalah bisnis. Bisnis tidak ada kaitannya dengan pertemanan, seakrab apapun pertemanan itu. Tidak pula bisnis harus dinomor duakan, hanya karena adanya status hubungan saudara atau famili. Apa artinya itu ? Masalah bisnis identik dengan masalah uang, dan semua orang tahu bagaimana sensitifnya masalah uang tersebut. Dua orang kakak beradik yang saya kenal baik, pernah maju kepengadilan memperebutkan harta, dan karena salah satunya tidak puas dengan keputusan pengadilan, terjadilah peristiwa penembakan terhadap hakim pemimpin sidang. Seorang ayah pernah menjadi korban kebrutalan anaknya sendiri karena dianggap tidak adil dalam membagi warisan. Kesemua itu menunjukkan betapa riskannya menangani setiap persoalan yang ada hubungannya dengan harta dan uang. Begitu juga dengan bisnis. Penyanyi merangkap pelawak terkenal, almarhum Benyamin S. dalam salah satu lagunya memperingatkan kita semua dengan dialek Betawi yang khas : “Uang nggak ade saudarenye..!”

Ungkapan jenaka yang sederhana itu cukup untuk menyadarkan kita semua akan bahaya dibalik manisnya uang. Oleh sebab itu, untuk mencegah terjadinya perpecahan dalam persahabatan serta putusnya tali persaudaraan diantara sesama pemilik usaha, harus dibiasakan agar segala sesuatu yang menjadi referensi, apakah itu soal pembagian tugas, pembagian keuntungan, hak dan kewajiban, prosedur serta sistem, semuanya dibakukan di atas kertas, hitam di atas putih. Kalau perlu dengan dilengkapi legalitas dari yang berwenang. Walaupun sifatnya untuk berjaga-jaga, terbukti bahwa hal demikian mampu menjaga kita dari berbagai macam problema yang tidak diinginkan.

Anjuran di atas berlaku universal. Meskipun pada contoh disebutkan kasus si A yang mempunyai dana bermitra dengan si B yang tidak memiliki uang tapi piawai dalam berbisnis, acuan yang sama berlaku juga pada kasus si C dan si D yang bekerja sama dalam kondisi berimbang. Yaitu baik si C maupun si D yang sama-sama pandai berusaha, menyetor uang dalam jumlah sama besar, fifty-fifty, sehingga kedudukan mereka betul-betul sama kuatnya. Dalam hal inipun, tidak ada alasan untuk menempatkan mereka berdua secara bersama-sama menduduki jabatan pucuk pimpinan perusahaan, sebagai Presiden Direktur dua-duanya. Atau memberikan keduanya kekuatan eksekutif yang sama. Diperlukan pengertian yang amat mendalam diantara mereka agar komposisi jabatan dapat diatur sedemikian, sehingga tidak memberi peluang terjadinya suatu perselisihan.

Betapapun, kerja sama atau bermitra sudah diakui sebagai suatu sarana jitu untuk mempermudah usahawan dalam merangkak naik menuju prestasi. Kemitraan juga yang bisa menjanjikan untuk memberikan peluang kepada orang-orang yang secara sosial tidak mempunyai sumber daya finansial, bisa ikut terjun kedunia usaha. Salah satu bentuk kerja sama demikian, adalah apa yang kita kenal sengan nama koperasi. Koperasi juga sebuah badan usaha, sebuah profit center walaupun masih dalam batas falsafah kerja tertentu. Dengan koperasi dimungkinkan orang-orang dari kalangan bawah untuk bersatu memadukan kekuatan bekerja bersama dalam suatu bidang usaha, untuk mendapatkan laba bagi semua anggotanya.

Maka, jelaslah bahwa dalam menerjuni usaha, sekali lagi kita menemukan bahwa prinsip saling ketergantungan seperti yang dinyatakan oleh Stephen Covey sebagai prinsip interdependency, tetap berlaku. Dan bahwa untuk memungkinkan kerja sama atau kemitraan itu bisa berjalan langgeng, juga diperlukan sikap mental yang baik, antara lain dengan keinginan untuk mengerti pendangan orang lain.

wallahu 'alam bisshowb
Kebenaran datangnya hanya dari ALLAH

Comments